Wako Payakumbuh: Penting Menelusuri Jejak Yu Dafu, Penulis China Terkenal yang Pernah Tinggal di Payakumbuh

PAYAKUMBUH (RangkiangNagari) - Walikota Payakumbuh, Suprayitno sangat antusias menyambut Prof Yusuf Liu, delegasi the 2nd International Minangkabau Literacy Festival (IMLF) 2024, penulis dan peneliti yang sedang menelusuri jejak Yu Dafu, sastrawan China yang lama tinggal di Payakumbuh pada tahun 1942- 1945.

"Merawat sejarah dan menjaga cagar budaya itu penting. Dengan menelusuri jejak Yu Dafu, Penulis China terkenal yang pernah tinggal di Payakumbuh akan memberi dampak wisata dan pertumbuhan ekonomi jika kita bisa memanfaatkan monumen sejarahnya," ujar Suprayitno ketika menerima Tim Yu Dafu di kantor walikota Payakumbuh Kamis (11/7).

Dalam perbincangan itu, muncul gagasan membuat museum Yu Dafu untuk menarik wisatawan, terutama dari China. Hal itu mengingat Yu Dafu adalah tokoh besar di China yang dikenal sebagai pahlawan di China. Dalam monumen Yu Dafu di China tercatat Kota Payakumbuh sebagai salah satu tempat perjuangannya hingga terbunuh oleh Jepang karena tulisannya yang mengkritik invasi Jepang ke Sumatera.

Pada tahun 1927, ia bekerja sebagai editor majalah sastra Hongshui. Ia kemudian berkonflik dengan Partai Komunis Cina dan melarikan diri lagi ke Jepang.

Setelah perang Jepang-Cina II berakhir, ia kembali ke Cina dan bekerja sebagai penulis propaganda anti-Jepang di Hangzhou, kemudian di Zhejiang. Dari tahun 1938-1942, ia bekerja sebagai editor sastra untuk surat kabar Sin Chew Jit Poh di Singapura.

Pada tahun 1942, ketika tentara Kekaisaran Jepang menginvasi Singapura, ia terpaksa melarikan diri ke Indonesia, tepatnya ke Payakumbuh, Sumatera Barat. Di Payakumbuh, ia tinggal di antara orang Cina lainnya dengan identitas yang berbeda dan memulai bisnis minuman alkohol dan lemonade. Ketika diketahui bahwa ia satu-satunya penduduk yang bisa berbahasa Jepang, ia dipaksa membantu polisi militer Jepang sebagai penerjemah.

Masyarakat Payakumbuh mengenal Yu Dafu dengan nama Choulion. Ia dikenal ramah dan suka menolong. Selama bekerja dengan Jepang, Yu Dafu sering membantu masyarakat Payakumbuh, terutama keturunan Thionghoa. Ia sengaja menyalah-nyalahkan terjemahan bahasa agar masyarakat Payakumbuh tidak ditekan, diancam dan dianiaya oleh tentara Jepang.

Di Payakumbuh, Yu Dafu memiliki seorang istri dan dua orang anak yang bernama Theha dan Yu Meilan. Sebelum menikah, Yu Dafu tinggal bersama orang tua angkatnya (Che Chua Chen Song dan Upik Bonne) di Sumbar Optikal dekat pasar Payakumbuh. Setelah berkeluarga, Yu Dafu pindah ke rumah di sebelahnya.

Setelah menemukan jejak Yu Dafu di Payakumbuh, telah mucul kesepahaman tentang pembangunan museum Yu Dafu. Namun, sebagai langkah awal tim yang terdiri Prof Yusuf Liu, Sastri Bakry dan Qaula Harisya Gumay akan mempertajam data jejak Yu Dafu sebagai orientasi awal dan untuk pembangunan museum melalui sejarah Yu Dafu.

Setelah itu, Prof Yusuf Liu diajak walikota Payakumbuh untuk melihat tanah dan bangunan heritage yang rencananya akan dikolaborasikan dengan desain dan mengisi museum serta mengajak para turis China untuk datang ke museum.

Sastri Bakry, ketua Satu Pena Sumbar ikut mendukung Pemko Payakumbuh yang menghargai sejarah Penulis Yu Dafu dengan menyelenggarakan seminar awal di Payakumbuh untuk memperkenalkan Yu Dafu terlebih dahulu.

"Seminar ini penting untuk mengkaji sejarah serta apa manfaatnya bagi pariwisata Sumbar khususnya Payakumbuh. Apalagi Yu Dafu seorang penulis dan cerpenis terkenal. Satu Pena Sumbar sangat peduli dengan dunia literasi. Salah satu karya Yu Dafu yang sangat terkenal berjudul Tenggelam," tambah Sastri Bakry.

Hadir dalam perbincangan tersebut adalah walikota Payakumbuh, Suprayitno, Staf Ahli Kemenparekraf, Fadjar Utomo, Delegasi The 2nd IMLF- Researcher of Yu Dafu: Prof Yusuf Liu, Ketua SatuPena Sumbar Sastri Bakry, Asisten Satu Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Dasrul Pasi dan Asisten Administrasi Umum, Ifon Satria Chan.
 
 
#Rn
Labels: , ,
[blogger]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.