JAKARTA(RS) – Menteri Keuangan, Sri Mulyani, membantah pernyataan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang mengeluhkan anggaran 2019 yang sebesar Rp610 miliar.
Ia menduga BNPB lupa, jika Pemerintah telah mengeluarkan dana lebih banyak dari anggaran yang disediakan melalui “on call” BNPB yang jumlahnya jauh lebih besar.
“Untuk Lombok dan Palu saja,sudah mencapai di atas Rp5 triliun dan untuk rehab rekonstruksi lebih besar lagi,” kata Sri Mulyani kepada Singgalang, Rabu (26/12).
Ia mengatakan, Pemerintah juga berkoordinasi dengan kementerian lain (di bawah Menko Maritim) mengenai penanganan bencana termasuk BMKG.
Sebagaimana diberitakan republika.co.id, BPNB menyatakan bahwa politik anggaran tak mendukung penanganan bencana. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo, menyatakan anggaran sebesar Rp610 miliar rupiah untuk 2019, jumlahnya turun dari tahun sebelumnya. Penurunan anggaran disinyalir sebagai kurang berpihaknya pemerintah pada sektor penanggulangan bencana.
Menurutnya anggaran BNPB belum meliputi perhitungan biaya terhadap potensi bencana.
“2019 saja Rp 610 miliar. Ini untuk mengcover seluruh Indonesia. Padahal tahun ini Rp 746 miliar. Berarti turun tahun depan,” katanya dalam konferensi pers di kantor BNPB, Selasa (25/12).
Idealnya alokasi anggaran untuk BNPB sekitar 1 persen dari jumlah APBN. Idealnya ditambah tiap tahun, kalau perlu Rp 2 triliun.
Ia menjelaskan BNPB telah mengalkulasi dan mengajukan pagu anggaran setiap tahunnya. Hanya saja, nilai realisasi dari Kementerian Keuangan berbeda dari yang diajukan.
Ia menyebut anggaran di tingkat daerah pun minim. Bahkan di beberapa daerah sampai tak cukup untuk mengantisipasi potensi bencananya saja. Salah satunya di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Daerah di dekat Filipina itu terletak di jalur subduksi yang rawan gempa dan tsunami hingga angin siklon tropis. Tetapi anggaran pra bencananya hanya sekitar Rp 200 juta atau sekitar 0,002 persen dari APBD daerah tersebut.
“Di daerah terisolir seperti itu, tapi anggaran kecil mau buat apa, buat pejabatnya bolak balik ke Jakarta saja sudah habis,” ujarnya.
Ia menduga BNPB lupa, jika Pemerintah telah mengeluarkan dana lebih banyak dari anggaran yang disediakan melalui “on call” BNPB yang jumlahnya jauh lebih besar.
“Untuk Lombok dan Palu saja,sudah mencapai di atas Rp5 triliun dan untuk rehab rekonstruksi lebih besar lagi,” kata Sri Mulyani kepada Singgalang, Rabu (26/12).
Ia mengatakan, Pemerintah juga berkoordinasi dengan kementerian lain (di bawah Menko Maritim) mengenai penanganan bencana termasuk BMKG.
Sebagaimana diberitakan republika.co.id, BPNB menyatakan bahwa politik anggaran tak mendukung penanganan bencana. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo, menyatakan anggaran sebesar Rp610 miliar rupiah untuk 2019, jumlahnya turun dari tahun sebelumnya. Penurunan anggaran disinyalir sebagai kurang berpihaknya pemerintah pada sektor penanggulangan bencana.
Menurutnya anggaran BNPB belum meliputi perhitungan biaya terhadap potensi bencana.
“2019 saja Rp 610 miliar. Ini untuk mengcover seluruh Indonesia. Padahal tahun ini Rp 746 miliar. Berarti turun tahun depan,” katanya dalam konferensi pers di kantor BNPB, Selasa (25/12).
Idealnya alokasi anggaran untuk BNPB sekitar 1 persen dari jumlah APBN. Idealnya ditambah tiap tahun, kalau perlu Rp 2 triliun.
Ia menjelaskan BNPB telah mengalkulasi dan mengajukan pagu anggaran setiap tahunnya. Hanya saja, nilai realisasi dari Kementerian Keuangan berbeda dari yang diajukan.
Ia menyebut anggaran di tingkat daerah pun minim. Bahkan di beberapa daerah sampai tak cukup untuk mengantisipasi potensi bencananya saja. Salah satunya di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Daerah di dekat Filipina itu terletak di jalur subduksi yang rawan gempa dan tsunami hingga angin siklon tropis. Tetapi anggaran pra bencananya hanya sekitar Rp 200 juta atau sekitar 0,002 persen dari APBD daerah tersebut.
“Di daerah terisolir seperti itu, tapi anggaran kecil mau buat apa, buat pejabatnya bolak balik ke Jakarta saja sudah habis,” ujarnya.
#Ryan