PADANG (RangkiangNagari) – Penasihat hukum tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan fisik di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) HB Sa’anin meminta majelis hakim memberikan hukuman seringan-ringannya dan seadil-adilnya bagi terdakwa.
“Berdasarkan argumentasi dan analisis secara objektif-yuridis mengenai fakta-fakta yang terungkap di persidangan, maka telah cukup dasar bagi kami selaku penasihat hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk memberikan putusan yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya terhadap terdakwa,” ujar tim penasihat hukum yang terdiri dari Defika Yufiandra, Desman Ramadhan, Ramadhan Gilang Asar, Erlina Ekawati, Rahmi Jasim, Meslisha Yolanda dan Fadhli Alhusaini dalam pembelaannya di Pengadilan Tipikor Padang, Senin (22/4).
Dijelaskan, penasihat hukum hanya sependapat dengan penuntut umum tentang penyebutan unsur-unsur pidana dalam dakwaan subsidar yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantaan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-2 KUHP. Akan tetapi tidak sependapat dengan uraian-uraian penuntut umum dalam tuntutannya.
Untuk setiap orang, dalam persidangan terdakwa telah mengakui dan membenarkan identitasnya. “Dengan demikian unsur barang siapa dari segi identitas terdakwa tidak perlu kami bahas lagi. Namun, dalam pembuktian tidak hanya cukup pengakuan tentang identitas terdakwa saja, akan tetapi perlu juga dikaji apakah barang siapa yang dimaksud telah melakukan hal-hal yang dapat dihukum dan perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan kepadanya,” tuturnya.
Kemudian unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dihubungkan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan antara lain keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa tidak menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi.
“Inti dari permasalahan ini adalah kelalaian, yaitu lambannya pengerjaan kontraktor pelaksana sehingga PHO tidak tepat waktu, yang mendorong pada temuan lemahnya sistem pengendalian intern yang dilakukan oleh PA, KPA dan PPTK yang menimbulkan kerugian keuangan negara. Dan atas permasalahan tersebut, terdakwa telah menyetorkan kerugian keuangan negara sebagai akibat lalainya pengerjaan tersebut ke kas daerah,” lanjutnya.
Sedangkan unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dalam hal ini terdakwa tidak bermaksud melaksanakan apapun yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Semua yang terjadi adalah di luar dugaan dan keingian terdakwa.
“Terdakwa hanyalah seorang pegawai negeri biasa di bidang kesehatan yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam proyek pengerjaan turap dan dinding lahan RSJ HB Sa’anin Padang, namun selama ini terdakwa melaksanakan sesuai prosedur, sampai akhirnya terbentur dengan lamban atau lalainya pengerjaan dari kontraktor pelaksana,” urainya.
Sementara unsur dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, jauh sebelum perkara ini sampai di pihak kepolisian, terdakwa telah mengembalikan kerugian keuangan daerah sehubungan dengan temuan inspektorat provinsi berkaitan dengan tugas dan kewenangannya sebesar Rp80.004.450.
“Pengembalian tersebut tidak dicantumkan oleh penyidik dalam BAP ataupun JPU dalam surat dakwaan. Padahal Terdakwa sejak awal sudah menyatakan uang nerugian negara telah dikembalikan. Pihak kepolisian dan JPU seolah sengaja menyembunyikan fakta yang menunjukkan itikad baik dan menguntungkan terdakwa,” katanya
Saat itu, belum ada hasil temuan dari BPK. Hasil temuan BPK ada, baru setelah dilakukan pemeriksaan atau atas permintaan kepolisian. Dalam temuan BPK, ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp124.044.739,29. Sebesar Rp35.125.369 telah dikembalikan ke kas daerah.
“Bahwa berdasarkan hal tersebut, sisa kerugian keuangan negara hasil temuan BPK sebesar Rp88.920.000, dan sisa kerugian keuangan negara tersebut sudah dikembalikan ke kas negara,” ujarnya lagi.
Sebelumnya terdakwa Bentoniwarman (PPTK), Erizal (KPA) dan Asmardi (konsultan pengawas) bersama tiga terdakwa lainnya Kurniawan Sedjahtera (PA), Haris Wibowo dan Syafri Yunanda selaku rekanan dituntut hukuman 20 bulan penjara.
Para terdakwa juga diwajibkan membayar denda masing-masing sebesar Rp50 juta, subsider tiga bulan penjara. Keenam terdakwa menurut hakim, terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 55 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2009 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi.
“Berdasarkan argumentasi dan analisis secara objektif-yuridis mengenai fakta-fakta yang terungkap di persidangan, maka telah cukup dasar bagi kami selaku penasihat hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk memberikan putusan yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya terhadap terdakwa,” ujar tim penasihat hukum yang terdiri dari Defika Yufiandra, Desman Ramadhan, Ramadhan Gilang Asar, Erlina Ekawati, Rahmi Jasim, Meslisha Yolanda dan Fadhli Alhusaini dalam pembelaannya di Pengadilan Tipikor Padang, Senin (22/4).
Dijelaskan, penasihat hukum hanya sependapat dengan penuntut umum tentang penyebutan unsur-unsur pidana dalam dakwaan subsidar yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantaan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-2 KUHP. Akan tetapi tidak sependapat dengan uraian-uraian penuntut umum dalam tuntutannya.
Untuk setiap orang, dalam persidangan terdakwa telah mengakui dan membenarkan identitasnya. “Dengan demikian unsur barang siapa dari segi identitas terdakwa tidak perlu kami bahas lagi. Namun, dalam pembuktian tidak hanya cukup pengakuan tentang identitas terdakwa saja, akan tetapi perlu juga dikaji apakah barang siapa yang dimaksud telah melakukan hal-hal yang dapat dihukum dan perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan kepadanya,” tuturnya.
Kemudian unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dihubungkan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan antara lain keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa tidak menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi.
“Inti dari permasalahan ini adalah kelalaian, yaitu lambannya pengerjaan kontraktor pelaksana sehingga PHO tidak tepat waktu, yang mendorong pada temuan lemahnya sistem pengendalian intern yang dilakukan oleh PA, KPA dan PPTK yang menimbulkan kerugian keuangan negara. Dan atas permasalahan tersebut, terdakwa telah menyetorkan kerugian keuangan negara sebagai akibat lalainya pengerjaan tersebut ke kas daerah,” lanjutnya.
Sedangkan unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dalam hal ini terdakwa tidak bermaksud melaksanakan apapun yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Semua yang terjadi adalah di luar dugaan dan keingian terdakwa.
“Terdakwa hanyalah seorang pegawai negeri biasa di bidang kesehatan yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam proyek pengerjaan turap dan dinding lahan RSJ HB Sa’anin Padang, namun selama ini terdakwa melaksanakan sesuai prosedur, sampai akhirnya terbentur dengan lamban atau lalainya pengerjaan dari kontraktor pelaksana,” urainya.
Sementara unsur dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, jauh sebelum perkara ini sampai di pihak kepolisian, terdakwa telah mengembalikan kerugian keuangan daerah sehubungan dengan temuan inspektorat provinsi berkaitan dengan tugas dan kewenangannya sebesar Rp80.004.450.
“Pengembalian tersebut tidak dicantumkan oleh penyidik dalam BAP ataupun JPU dalam surat dakwaan. Padahal Terdakwa sejak awal sudah menyatakan uang nerugian negara telah dikembalikan. Pihak kepolisian dan JPU seolah sengaja menyembunyikan fakta yang menunjukkan itikad baik dan menguntungkan terdakwa,” katanya
Saat itu, belum ada hasil temuan dari BPK. Hasil temuan BPK ada, baru setelah dilakukan pemeriksaan atau atas permintaan kepolisian. Dalam temuan BPK, ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp124.044.739,29. Sebesar Rp35.125.369 telah dikembalikan ke kas daerah.
“Bahwa berdasarkan hal tersebut, sisa kerugian keuangan negara hasil temuan BPK sebesar Rp88.920.000, dan sisa kerugian keuangan negara tersebut sudah dikembalikan ke kas negara,” ujarnya lagi.
Sebelumnya terdakwa Bentoniwarman (PPTK), Erizal (KPA) dan Asmardi (konsultan pengawas) bersama tiga terdakwa lainnya Kurniawan Sedjahtera (PA), Haris Wibowo dan Syafri Yunanda selaku rekanan dituntut hukuman 20 bulan penjara.
Para terdakwa juga diwajibkan membayar denda masing-masing sebesar Rp50 juta, subsider tiga bulan penjara. Keenam terdakwa menurut hakim, terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 55 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2009 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi.
#Ryan