PADANG (RangkiangNagari) – Kementerian Dalam Negeri asal menulis saja sehingga dua provinsi bertetangga nan damai, kini ribut. Pangkal bala jilatang hanyutnya, sepucuk surat tertanggal 5 Mei 2020 yang ditujukan kepada GM PT PLN Sumatera Bagian Utara, tentang pajak air permukaan (PAP) PLTA Koto Panjang, harus dibayarkan ke Riau.
Selama ini pajak waduk PLTA itu, dibayarkan kepada Riau dan Sumbar, karena waduk memang berada di dua wilayah provinsi itu. Waduk dibangun dengan menengelamkan 10 nagari/desa. Rinciannya Sumbar ( 2) dan Riau (8). Desa/nagari itu: tanjuang Balik, Tanjuang Pauh (Sumbar). Kemudian, Tanjuang Alai, Pulau Gadang,Pongkai, Muaro Mahek, Batu Bersurat, Muara Takus, Gunung Bungsu dan Koto Tuo di Kampar, RiauAtas surat Kemendagri itu, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno berkirim surat ke Kemenagri pada 30 Juli 2020. Surat bernomor 973/912.pjk/B.Keuda-2020 diberi judul, “Sengketa Pajak”.
Isinya: Di tempat mana air berada dimanfaatkan, yang dierjemahkan sebagai turbin oleh PLN, maka menurut Gubernur Sumbar, harus diterjemahkan dimana waduk itu berada. Mana bisa hanya turbin, sebab turbin bisa bergerak kalau ada air. Air bisa bekerja kalau
Ada waduk. Waduk itu, sebagian ada di Sumbar. Itu pasti. Surat dua halaman itu, dilengkapi dokumen setebal gaban.
Lalu menyikapi persoalan adanya istilah “pitih sanang” dari PAP waduk Koto Panjang, Gubernur Sumbar Prof Irwan Prayitno menyatakan, istilah tersebut dirasa kurang tepat dan kurang bijak dilontarkan, karena sangat melukai hati rakyat Sumbar.
“Saya mengikuti dan selalu memonitor dinamika persoalan itu dan rasanya apa yang disampaikan oleh beberapa anggota DPRD Sumbar pantas didukung dan kami pemerintah provinsi Sumatera Barat telah meresponnya dan memprosesnya secara administratif ke pusat. Baik secara tertulis maupun upaya lainnya kita lakukan ke Kemendagri. Surat ke Kemendagri sudah kita proses dengan melampirkan semua dokumen pendukung sehingga PAP tidak hanya Riau yang mendapatkannya, tetapi juga kita Sumbar. Untuk itu kami harapkan masyarakat Sumbar baik di ranah dan di rantau, untuk sementara tenang dulu, percayakan saja kepada kami dan berikan kesempatan kepada kami bersama DPRD mengurusnya ke pemerintah pusat ” ujar Irwan Prayitno.
Yozawardi Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar menyatakan, terdapat Daerah Tangkapan Air /DTA (Catcment Area) di Koto Panjang seluas 150.000 Ha yang menampung air hujan, menyimpan serta mengalirkannya ke anak-anak sungai, terus ke sungai dan bermuara ke Danau Koto Panjang. Artinya, sumber air waduk Koto Panjang berasal dari hutan-hutan yang berada di Sumatera Barat.
“Catchment area Koto Panjang seluas 150.000 Ha yang menampung air hujan, menyimpan serta mengalirkannya ke anak-anak sungai, terus ke sungai dan bermuara ke Danau Koto Panjang, merupakan sumber utama penggerak turbin PLTA Koto Panjang yang berasal dari sungai-sungai dan hutan dari Sumatera Barat” ungkap Yozawardi.
Selama ini pajak waduk PLTA itu, dibayarkan kepada Riau dan Sumbar, karena waduk memang berada di dua wilayah provinsi itu. Waduk dibangun dengan menengelamkan 10 nagari/desa. Rinciannya Sumbar ( 2) dan Riau (8). Desa/nagari itu: tanjuang Balik, Tanjuang Pauh (Sumbar). Kemudian, Tanjuang Alai, Pulau Gadang,Pongkai, Muaro Mahek, Batu Bersurat, Muara Takus, Gunung Bungsu dan Koto Tuo di Kampar, RiauAtas surat Kemendagri itu, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno berkirim surat ke Kemenagri pada 30 Juli 2020. Surat bernomor 973/912.pjk/B.Keuda-2020 diberi judul, “Sengketa Pajak”.
Isinya: Di tempat mana air berada dimanfaatkan, yang dierjemahkan sebagai turbin oleh PLN, maka menurut Gubernur Sumbar, harus diterjemahkan dimana waduk itu berada. Mana bisa hanya turbin, sebab turbin bisa bergerak kalau ada air. Air bisa bekerja kalau
Ada waduk. Waduk itu, sebagian ada di Sumbar. Itu pasti. Surat dua halaman itu, dilengkapi dokumen setebal gaban.
Lalu menyikapi persoalan adanya istilah “pitih sanang” dari PAP waduk Koto Panjang, Gubernur Sumbar Prof Irwan Prayitno menyatakan, istilah tersebut dirasa kurang tepat dan kurang bijak dilontarkan, karena sangat melukai hati rakyat Sumbar.
“Saya mengikuti dan selalu memonitor dinamika persoalan itu dan rasanya apa yang disampaikan oleh beberapa anggota DPRD Sumbar pantas didukung dan kami pemerintah provinsi Sumatera Barat telah meresponnya dan memprosesnya secara administratif ke pusat. Baik secara tertulis maupun upaya lainnya kita lakukan ke Kemendagri. Surat ke Kemendagri sudah kita proses dengan melampirkan semua dokumen pendukung sehingga PAP tidak hanya Riau yang mendapatkannya, tetapi juga kita Sumbar. Untuk itu kami harapkan masyarakat Sumbar baik di ranah dan di rantau, untuk sementara tenang dulu, percayakan saja kepada kami dan berikan kesempatan kepada kami bersama DPRD mengurusnya ke pemerintah pusat ” ujar Irwan Prayitno.
Yozawardi Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar menyatakan, terdapat Daerah Tangkapan Air /DTA (Catcment Area) di Koto Panjang seluas 150.000 Ha yang menampung air hujan, menyimpan serta mengalirkannya ke anak-anak sungai, terus ke sungai dan bermuara ke Danau Koto Panjang. Artinya, sumber air waduk Koto Panjang berasal dari hutan-hutan yang berada di Sumatera Barat.
“Catchment area Koto Panjang seluas 150.000 Ha yang menampung air hujan, menyimpan serta mengalirkannya ke anak-anak sungai, terus ke sungai dan bermuara ke Danau Koto Panjang, merupakan sumber utama penggerak turbin PLTA Koto Panjang yang berasal dari sungai-sungai dan hutan dari Sumatera Barat” ungkap Yozawardi.
Yozawardi juga mengungkapkan, untuk memastikan hutan tetap terjaga di Catchment Area, Pemprov Sumbar melakukan kegiatan pengamanan dan perlindungan hutan pada wilayah tersebut serta melaksanakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) sebanyak lebih kurang Rp 2 miliar/tahun di APBD Provinsi Sumatera Barat.
#Ryan