Babak Baru Sengketa Pilpres

Oleh. Basril Basyar

Saling adu pendapat dan argumentasi semakin panas dalam sidang sengketa pilpres yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi ( MK) Jakarta.

Masing-masing kubu mencari celah dan berargumentasi, sehingga bisa dijadikan fakta yang mendukung tuntutan mereka.

Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD bakal mendatangkan delapan saksi dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), benarkah salah satunya Kapolda?

Ya, sidang lanjutan gugatan sengketa Pilpres 2024 di MK memasuki babak baru.

Kubu TPN Ganjar-Mahfud bersiap menghadirkan sejumlah saksi-saksi untuk memperkuat tudingannya terkait kecurangan Pilpres 2024.

Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, mendorong Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak mengabaikan beragam dugaan kecurangan yang terjadi selama pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. 

Todung menilai, dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 terang-terangan terlihat sehingga MK harus turut mempertimbangkannya dalam menangani sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Kita enggak bisa menutup mata untuk itu semua. Saya kira hakim-hakim MK itu tahu, cuman apakah mereka berani untuk bicara kebenaran? Yah kita lihat saja lah, dan saya sih masih menyimpan optimisme untuk itu," kata Todung dalam acara diskusi bertajuk 'Sing Waras Sing Menang', Sabtu (30/3/2024).

Sebelumnya, tim hukum Anies-Muhaimin meminta MK membantu pihaknya menghadirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sidang pemeriksaan pekan depan.

Kubu Anies-Muhaimin diketahui mendalilkan bahwa Presiden Jokowi menggunakan bansos untuk kepentingan pemenangan Prabowo-Gibran. Pelaksanaan bansos berkaitan dengan bidang kerja empat menteri yang diminta hadir dalam sidang itu.

"(Kehadiran empat menteri itu) guna didengar keterangannya dalam persidangan ini Yang Mulia," kata Ketua Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (THN AMIN) Ari Yusuf Amir, dalam sidang MK, Kamis.

Kubu Ganjar-Mahfud mendukung usulan untuk menghadirkan empat menteri tersebut. Ketua Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, setidaknya Mensos Risma dan Menkeu Sri Mulyani perlu dihadirkan dalam persidangan.

"Paling tidak dua kementerian ini yang kami anggap sangat penting, sangat vital, kami mohon berkenan majelis hakim mengabulkan," kata Todung dalam kesempatan sama.

Ketua MK Suhartoyo mengatakan, pihaknya akan membahas usulan tersebut dalam rapat permusyawaratan hakim. Dia menegaskan, MK harus berhati-hati dalam membantu memanggil menteri.

Apa yang diusulkan tim Amin dan Ganjar itu ditanggapi oleh Wakil Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan. Ia keberatan dengan permintaan tim hukum Anies-Muhaimin yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membantu menghadirkan empat menterinya Jokowi untuk memberikan keterangan dalam sidang sengketa Pilpres 2024.

Otto menilai, majelis hakim MK seharusnya tidak membantu penggugat untuk menghadirkan menteri dalam persidangan. Sebab, sidang sengketa merupakan persoalan antara dua pihak, sehingga upaya menghadirkan bukti atau saksi merupakan beban penggugat.

"Kalau ada sengketa dua pihak, maka berlaku asas yang sifatnya universal disebut actori in cumbit probatio. Artinya barang siapa yang mendalilkan sesuatu, maka dia buktikan dalilnya. Dan barang siapa menyangkal sesuatu, dia harus buktikan penyangkalannya," kata Otto kepada wartawan usai sidang di Gedung MK, Kamis (28/3/2024) malam.

Otto menegaskan, penggugat atau pemohon dalam perkara sengketa harus membawa sendiri bukti atau saksi untuk membuktikan dalil-dalilnya. Pemohon seharusnya tidak meminta hakim menghadirkan saksi yang ia butuhkan.

Menurutnya, apabila MK mengabulkan permintaan tersebut, maka kuasa hukum Prabowo-Gibran juga bisa menyampaikan permintaan serupa. Misalnya dengan meminta MK membantu menghadirkan atau memanggil Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. 

"Namanya perkara sengketa, dia (kubu Anies-Imin) minta menteri, kalau dia minta Megawati dipanggil, terus nggak abis-abis kan? Kalau dia minta menteri, kami juga minta Ibu Megawati dipanggil, mau nggak? Kan gitu masalahnya kan," ujar Otto.

Otto menegaskan, seumpama MK hanya mengabulkan permintaan kubu Anies-Imin, maka pihaknya bakal merasa hakim tidak berlaku adil. Lain cerita jika majelis hakim MK sendiri yang menghadirkan menteri atas dasar kebutuhan mereka sendiri.

Kalau majelis merasa perlu untuk menguatkan putusannya, majelis memanggilnya (menteri), fine-fine aja kami. Demi keadilan, demi hukum, kami tidak keberatan," ujar Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia itu.

Dengan adanya argumen yang saling membela kepentingan para pihak dalam persidangan membuat jalannya sidang semakin panas dan alot.Kita tunggu saja putusan MK 22 April mendatang.***

Labels: , ,
[blogger]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.