Payakumbuh (RangkiangNagari) – Penjabat (Pj) Wali Kota Payakumbuh Suprayitno membantah telah memberikan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di Kawasan Hutan Lindung kepada salah satu pelaku usaha.
“Tidak benar itu apa yang diberitakan sejumlah media bahwa saya telah memberikan izin pembangunan di kawasan hutan lindung. Dan saya tidak pernah membantu memuluskan pengurusan izin seseorang atau kelompok tertentu,” kata Pj Wako Payakumbuh Suprayitno, Rabu (15/01/2025).
Hal tersebut mengacu kepada SK Menteri Kehutanan Nomor 35 tahun 2013 tentang penetapanan kawasan hutan lindung di Sumatera Barat dan telah disesuaikan dengan Perda No. 2 tahun 2018 tentang RDTR dan Perda No. 5 Tahun 2020 tentang RTRW.
“Kita sudah memiliki pelayanan terpadu satu pintu yang sangat mudah diakses oleh seluruh masyarakat dan semua telah terintegrasi dengan sistem. Semuanya kita perlakukan sama dengan pemberian pelayanan yang maksimal,” ujarnya.
Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Muslim mengatakan salah satu kawasan yang dituding diberikan PBG di kawasan hutan lindung yakni persil tanah yang berlokasi di Jalan Diponegoro Kelurahan Kubu Gadang Payakumbuh Barat.
“Kawasan tersebut telah memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) No. 600 3.3.2/274/ KKPR/2024 tanggal 30 Agustus 2024,” ujarnya.
Dijelaskannya sesuai dengan Perda No. 2 tahun 2018 dan Perda No. 5 Tahun 2020 lokasi dimaksud diperuntukkan sebagai Zona Campuran Perumahan dan Perdagangan/Jasa dengan koefisien bangunan adalah 75 persen dari luas tanah. Sehingga Kegiatan Ruko (Rumah Toko) diizinkan seluas 1.597,5 m2.
PBG yang diterbitkan dengan No. PBG-137601-18112024-34 tanggal 18 November 2024 berdasarkan rekomendasi Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis Bangunan Gedung untuk penerbitan PBG ke DPMPTSP No. SPPST-137601-06112024-001 tanggal 6 November 2024 seluas 1.122 m2 yang lebih kecil dari luas Koefisien Dasar Bangunan (tapak bangunan) yang diizinkan.
Sementara untuk Persetujuan Lingkungan sesuai dengan Permen LHK No 4 tahun 2021 tentang Persetujuan Lingkungan, dimana luas lahan usaha dibawah 1 hektare dan luas bangunan dibawah 5.000 m2 hanya disyaratkan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
Untuk SPPL, izin yang diajukan pelaku usaha sebanyak dua lantai seluas 1.410 m2, sehingga pengajuan persetujuan lingkungan cukup berupa SPPL melalui sistem OSS RBA.
“Berdasarkan itu pelaku usaha sudah memenuhi persyaratan untuk diterbitkan PBG nya sesuai dengan peraturan yang berlaku yakni pemenuhan standar teknis dan telah memiliki Persetujuan Lingkungan berupa SPPL dari OSS RBA No. NIB. 2912220054669 tanggal 13 Agustus 2024,” katanya.
Sementara itu Kadis Lingkungan Hidup Desmon Korina mengatakan bahwa dalam penerbitan SPPL pelaku usaha tersebut melakukan pengajuan melalui OSS RBA yang terintegrasi dengan Amdalnet. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Pada pasal 65 ayat 1 SPPL bagi usaha yang dilakukan oleh Pelaku Usaha diintegrasikan ke dalam NIB dan di pasal 66 pengintegrasian SPPL ke dalam NIB tersebut dilakukan melalui sistem perizinan berusaha terintgrasi secara elektronik,” ujarnya.
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Delni Putra membantah memberikan keterangan bahwa pelaku usaha tidak mengurus persetujuan lingkungan.
“Saya menjelaskan bahwa pengurusan SPPL pelaku usaha dilaksanakan melalui OSS RBA yang terintegrasi Amdalnet, jadi semua terintegrasi dari sistem.” ungkapnya.
#Rn