Salah satu sorotan utama dalam acara yang digagas oleh LKAAM Sumbar ini adalah penandatanganan Kesepakatan Bersama antara para Niniak Mamak dan jajaran Polda Sumbar. Kesepakatan ini menjadi terobosan penting, di mana penyelesaian konflik yang melibatkan anak keponakan akan mengedepankan pendekatan restorative justice yang sejalan dengan nilai-nilai adat. Langkah ini tidak hanya memanusiakan proses hukum, tetapi juga membuka ruang dialog antara masyarakat adat dan aparat penegak hukum, memperlihatkan bahwa penyelesaian masalah bisa dilakukan dengan cara yang damai dan bermartabat.
Fadly Amran dalam sambutannya menegaskan bahwa kekuatan adat harus dijaga dan diperkuat untuk melindungi generasi muda dari bahaya penyakit masyarakat (pekat). “Ini bukan hanya tentang melestarikan tradisi, tapi menyelamatkan masa depan. Kita ingin Sumbar tetap menjadi tanah yang kuat secara budaya dan religius,” ucapnya. Ia juga menyampaikan bahwa program-program unggulan (Progul) Kota Padang akan terus mendorong kolaborasi antara tokoh adat dan pemerintah untuk menciptakan kota yang aman, harmonis, dan bermartabat.
Ketua LKAAM Sumbar, Fauzi Bahar Datuak Nan Sati, turut menegaskan bahwa sinergi antara pemerintah dan Niniak Mamak harus menjadi kekuatan utama dalam mengatasi persoalan sosial di tengah masyarakat. “Restorasi keadilan bukan sekadar konsep hukum, tapi jalan hidup yang telah lama dijalani oleh masyarakat Minangkabau. Peran Niniak Mamak adalah penjaga nilai, pelindung generasi, dan pilar sosial yang tak tergantikan,” ujarnya. Pesan inspiratif ini pun bergema di media sosial, menjadikan acara ini tak hanya monumental secara adat, tetapi juga sebagai simbol kebangkitan budaya yang relevan dengan zaman.(Ayu)